Tugas Kuliah yang Dibuat Menjelang Detik-Detik Dikumpulkan
Tugas, tugas, tugas
Kuliah emang banyak tugas
Dalam sehari, itu bisa empat tugas
Di bawah ini karya fiksi ilmiah saat kuliah
Mata kuliah tugas tentang penerapan metode penelitian
Berhubung ane termasuk mahasiswa yang super duper nyatai dalam tugas alias males, ini dibuatnya detik-detik menjelang pengumpulan
Buatnya jam 4 subuh dengan jadwal masuk kuliah jam 7.30
Hebat kan ane? :D
Bukannya males, tapi susah banget nyari inspirasi buat fiksi ilmiah
Untuk inspirasi, ane bac-bacalah Sejarah Nasional Indonesia Jilid 2
Awalnya mau buat cerita Kerajaan Hooling
Tapi entah kenapa setelah baca isi prasasti yupa peninggalan Kerajaan Kutai, ane malah lebih tertarik
Akhirnya terciptalah fiksi ilmiah yang hanya beberapa jam sebelum dikumpulkan
Emang lagi apes apa bagaimana, ni dosen minta ane bacain karya fiksi ilmiah ane
Dag-dig-dug serrrr.....
Dengan napas yang terseok-seok (kehausan), ane baca karya ane di depan kelas sampai tandas
Do you know reaksi dosen?
Beliau memuji! (Thanks for my dosen 'Prof. Agus Aris Munandar'
Dan katanya ane mau dikirim gitu buat ikutan seminar tentang Kerajaan Kutai di Kalimantan (walaupun sampe detik ini tidak terlaksana T_T )
Whatever-lah...yang penting ane senang dengan karya ane sendiri yang hanya dibuat dalam waktu yang singkat, tetapi isinya menyentuh (katanya)
Kalau gitu, tunggu apa lagi!
Silahkan membaca....
:)
Sang Maharaja dari Kutai
Pada
suatu hari di padang rumput yang hijau, ada seorang anak kecil yang sedang
duduk diam termenung. Dia melihat ke atas awan yang putih dan dia tersenyum
penuh makna. Tiba-tiba dikejauhan terdengar seseorang yang memanggilnya.
“Mulawaramman!”
seru seseorang dari kejauhan.
“Tidak! Itu
pasti pengawal dari ayah yang menyuruh aku pulang.” Kata anak kecil itu sambil
menggigit jarinya. “Kalau begitu, aku harus berlari biar aku tak jadi pulang!”
Sang
Mulawarmman kecil itu mulai berlari kencang.
“Hahaha…pasti
dia tidak bisa mengejarku karena aku berlari bagaikan cahaya matahari!”
Mulawarmman
kecil berlari kencang sekali, hingga kakinya menginjak genangan air dan
terjatuh. Tiba-tiba saja keadaan disekelilingnya menjadi berputar-putar dan ia
mulai merasakan dunia menjadi gelap-gulita.
***
“Bangunlah
Mulawarmman, hari sudah mulai siang! Mana mungkin seorang raja tertidur di
singasana!”
Dengan
mata berkejap-kejap, Mulawarmman mulai terbangun.
“Aku ingin bermain
layang-layangan!” katanya sambil menggeliat.
Mendengar
Mulawarmman ingin bermain layang-layangan, orang-orang yang berdiri di dekatnya
tertawa terbahak-bahak.
“Yang benar saja
kau ingin bermain layang-layang, kau seperti bocah-bocah ingusan yang tak mengenal sulitnya bekerja di bumi ini
saja. Apa kata dunia, kalau kau macam ini?” kata seorang penasihatnya.
“Tapi diriku ini
memang masih bocah, jadi apa salahnya aku ingin bermain layang-layangan!?”
“Hahaha…kau bisa
saja Mulawarmman! Kau ini bukan seorang bocah lagi, tapi kau ini adalah seorang
raja yang sudah berumur dan tak layak lagi untuk bermain layang-layang.”
“Raja? Bukankah ayahku yang menjadi seorang raja?” heran Mulawarmman.
“Kau ini ada-ada
saja! Ayah kau, Aswawarmman memang seorang raja, tapi beliau sudah mangkat
beberapa bulan yang lalu. Masa kau tidak ingat?” kata penasihatnya sambil
mengambil buah jeruk yang di atas meja.
Dengan perasaan
yang heran, Mulawarmman mulai berlari ke arah cermin untuk melihat sesosok
dirinya.
“TIDAK! MANA
MUNGKIN TIBA-TIBA AKU MENJADI BESAR SEPERTI INI!!!” teriaknya di depan cermin.
“Memang kau
sudah besar. Sudah menjadi seorang raja yang memerintah di bumi tercinta ini.”
Dengan
perasaan yang kalang kabut, Mulawarmman berlari ke sana ke mari membuat keadaan
istana menjadi genting.
“Mulawarmman,
apa yang kau lakukan? Kau membuat seluruh istana menjadi panik tak terkendali.”
Kata penasihatnya sambil menenangkan Mulawarmman yang kalang kabut.
“Aku
ini masih kecil! Aku ingin bertemu dengan kakekku!”
“Maksudmu
adalah Yang Mulia Kundungga?”
“Entahlah,
aku tak tahu namanya! Yang penting, bawa saja diriku ke KAKEK!” Pintanya.
“Baiklah
kalau begitu.”
Penasihat
Mulawarmman tersebut, membawa dirinya bertemu dengan kakeknya, Kundungga.
Ketika mereka sampai di depan kamar
Kundungga, penasihat Mulawarmman mulai mengetuk pintu kamar.
“Siapa?”
Kata seseorang yang berada di dalamnya.
“Sang Raja Mulawarmman ingin bertemu
dengan anda.”
“Tunggulah
sebentar, akan kubukakan pintunya dahulu.”
Ketika
pintu mulai terbuka, Mulawarmman mulai masuk ke dalamnya.
“Oh,
Cucuku yang paling kucinta! Ada apa gerangan tiba-tiba kau kemari?” Tanya
Kundungga.
Dengan
perasaan yang gundah gulana, Mulawarmman mulai bercerita tentang kejadian yang
menimpanya.
“Hehehe…kau
ini ada-ada saja Cucuku! Mungkin kau hanya lelah saja sampai kau berkhayal
seperti itu.”
“Tidak
kakek, aku sungguh-sungguh!” Tegasnya.
“Hehehe…kau
memang lelah akibat kemarin engkau baru saja membuat upacara di Waprakeswara1.”
“Memangnya
kemarin aku mengadakan upacara di sana?”
“Masa
kau tidak ingat?! Kaulah yang menganugerahkan lembu sebanyak 20.000 ekor kepada
para pendeta.”
“Lembu?
Pendeta?” katanya bingung.
“Hahaha…kau
ini memang kelelahan, Cucuku!” Kata Kundungga sambil meminum secangkir teh “Keluarlah
dahulu dari istana ini dan lihatlah sekelilingmu agar kau lebih tenang saat
ini!”
Mulawarmman
mulai berjalan ke luar istana. Dalam sekejap saja dia mulai merasakan perasaan
yang damai di antara para masyarakat. Tiba-tiba dia merasa tertarik melihat
seseorang sedang memahatkan sesuatu di atas batu yag menyerupai tiang. Dia
pergi menghampirinya.
“Apa
yang sedang kau lakukan?” tanya Mulawarmman dengan penuh takjub.
“Aku
sedang menulis peristiwa kemarin.” Jawabnya singkat tanpa memperhatikan orang
yang menanyakannya.
“Apa
kau seorang pujangga?” tanya Mulawarmman lagi.
“Bukan.
Aku seorang citraleka2.” jawabnya
dengan nada kesal.
Ketika
sedang memperhatikan sang citraleka,
terdengar suara gaduh dari arah selatan yang membuat Mulawarmman berpaling dari
kegiatan sang citraleka.
“Janganlah
kau ambil buah-buahanku!” kata seorang pemuda berjanggut.
“Milikmu?
Enak saja kau, ini buah-buahan miliku bukan milikmu.” kata seorang pemuda
berbaju biru.
“Tidak!
Aku yang mengambil buah-buahan ini dari hutan, bukan kau! Jadi yang berhak
adalah diriku.” kata pemuda berjanggut itu lagi.
“Akulah
yang pertama kali yang melihat buah-buahan itu di hutan!” kata pemuda berbaju
biru.
Tidak
adanya yang mengalah, kedua pemuda itu mulai saling pukul-pukulan. Sang
Mulawarmman mulai bertindak.
“Apa
yang kalian lakukan? Apakah kalian tidak malu disaksikan oleh orang-orang
akibat kelakuan kalian yang seperti anak kecil?” tanya Mulawarmman dengan ketus.
Dalam
seketika, kedua pemuda tersebut menghentikan aksi pukul-pukulannya.
“Siapakah
dirimu?” tanya pemuda berbaju biru.
“Kau
ikut campur saja urusan kita berdua!” kata pemuda berjanggut.
“Sebentar.
Dilihat dari pakaianmu, sepertinya kau orang terpandang. Apa kau seorang
bangsawan?” tanya pemuda berbaju biru.
Dengan
perasaan sedikit takut, sang Mulawarmman mulai menjawabnya. “Mm… sebenarnya mm…
aku adalah mm….”
“Lama
sekali kau menjawabnya!” gerutu pemuda berjanggut.
“Aku
adalah Mulawarmman.”
Tiba-tiba
saja kedua pemuda itu terkejut dan langsung berlari tunggang-langgang ke arah
hutan. Dengan seketika, orang-orang di sekitarnya mulai bersujud di bawah kaki
Mulawarmman.
“Wahai
Mulawarmman Yang Agung, ampunilah kami yang tidak tahu bahwa engkau adalah sang
Raja!” pinta seorang kakek tua.
“Kalian
tak usah risau dan bangunlah kalian!” kata Mulawarmman dengan bijak.
“Terima
kasih Yang Mulia Agung, engkau memang baik hati.” kata seorang wanita
berselendang.
Dengan
raut wajah yang senang, Mulawarmman mulai tersenyum kepada rakyatnya dan
rakyatnya mulai saling berjabat tangan dengan dirinya. Tiba-tiba ada sebuah
batu besar mengenai kepalanya dan dia mulai jatuh tersungkur di hadapan
rakyatnya.
*****
“Akhirnya kau
bangun juga Mulawarmman kecilku yang malang.”
“Ayahanda, apa
yang terjadi pada diriku hingga aku tak sadarkan diri?” tanya Mulawarmman kecil.
“Engkau
tadi terjatuh.”
“Ayahanda,
diriku baru saja bermimpi menjadi seorang raja di negeri ini. ”
“Hahaha…kau
memang puteraku yang paling lucu! Tentu saja kau kelak akan menjadi seorang raja
menggantikan diriku ini.”
“Diriku
juga bertemu dengan kakek dalam mimpiku. Ternyata dia serupa denganmu,
Ayahanda”
“Kakek
memang serupa dengan diriku, begitu juga dirimu. Oleh karena itu, seharusnya
engkau bersyukur dilahirkan sempurna tanpa cacat sedikit pun!”
“Tapi
Ayah, bagaimana rupa ibuku? Apakah dia cantik?” tanya Mulawarmman kecil.
“Tentu
saja ibumu cantik bagaikan bidadari yang turun dari langit.”
“Apakah
dia juga sayang pada diriku?” tanyanya Mulawarmman kecil lagi.
“Itu
sudah tentu. Dia begitu sayang terhadapmu.”
“Apakah
engkau juga begitu terhadapku?” tanya Mulawarmman kecil dengan muka yang penuh
iba.
“Setinggi
gunung dan seluas samudra, aku menyayangimu. Aku rela memberimu apa saja, demi
kebahagiaanmu kelak.”
Sambil
memeluk ayahnya, sang Mulawarmman kecil berkata “Terima kasih. Engkau adalah
ayahku yang paling kusayang.”
***
Clara Agustin
NPM. 0606086483
____________
11
Waprakeswara
adalah gundukan, tumpukan (rumput) untuk (duduk) dewa.
22 Citraleka adalah
orang yang menulis atau memahat
prasasti.
Cla
Prasasti Yupa @Museum Nasional Jakarta
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda