Kamis, 22 Januari 2015

Kisah Rifda dan Fira

Engkau datang, buyarkan jenuhku... 
Senyum mu, canda mu, hangatkan mimpi ku... 
Cinta datang tiba-tiba
Cinta 'dalah anugerah yang kuasa
Cinta tak kan sia-sia 
Ketika kau menyapa...

"Bah! Bulshit banget ni lagu! Gue gak percaya sama cinta pandangan pertama!"
"Masa? Nanti lo pasti ngalamain," kata Rifda sambil menyisir rambutnya.
"Rif, gimana sih rasanya jatuh cinta?"
"Ya begitu, deh. Berasa hari-hari lo itu selalu dikelilingin bunga-bunga. Seneng aja tiba-tiba ada sms apa telephone bilang gini 'lagi apa?'. Ah, pokoknya lo selalu tersenyum."
"Berarti lo emang suka yang tipe-tipe gombal gitu ya?"
"Ya namanya juga cewek, Fir. Pasti seneng lah ada yang ngegombalin."
"Giliran gombalannya boong aja mewek-mewek," sindir Fira.
"Yang penting hepi aja dulu," balas Rifda sambil cengengesan "Dikau gak kuliah?"
"Libur. Lebih tepatnya meliburkan diri. Males ujan-ujan gini enaknya di kasur dengerin lagu, terus merem."
Rifda hanya geleng-geleng kepala mendengar penjelasan teman sekamarnya, Fira yang pemalas dan selalu galak sama cowok. Berbanding terbalik dengan Rifda yang rajin, feminim, dan selalu ramah dengan cowok. Tapi sifat keduanya yang bertolakbelakng inilah yang membuat mereka menjadi dekat.

*****
"Fir, kita-kita pada mau naek Gn. Rengganis. Mau ikut gak?"
"Seru nih kayaknya. Kapan?"
"Nanti bulan Juni. Sama anak PA-nya Brawijaya."
"Yah...Juni gue ujian. Gak bisa bulan laen apa?"
"Katanya bulan segitu paling pas buat naek gunung. Ya kita udah sepakat semuanya bulan itu."
"Liat nanti, deh. Gue gak bisa janji. Ujian, bro."
"Yo wes. Kabarin aja deh paling telat hari senen lo ngasih kabarnya."
 Pikiran Fira berkecamuk. Antara pengen naik gunung dan ujian membuat dirinya bingung. Mengorbankan hobinya untuk naik gunung demi ujian, bukanlah perkara mudah. Kalau dia naik gunung, otomatis dia harus ngulang mata kuliah yang menyebalkan, tapi kalau ikut ujian, mencapai puncak Rengganis adalah impiannya. Masa sirna begitu saja tanpa bisa melihat Dewi Rengganis.
Biasanya kalau sudah kalut seperti ini, Fira langsung curhat ke Rifda. Tapi sayangnya Rifda sedang mengajar. Maklumlah, Rifda memang bukan dari keluarga berada. Datang ke ibukota karena Rifda mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah. Untuk menghidupi dirinya di ibukota, Rifda kerja sambilan menjadi guru bimbel. Terkadang separuh gajinya dia kirimkan untuk keluarganya di pelosok Jawa Timur.
Tiba-tiba saja, pintu gerbang kosannya berdecit. Fira mengintip di balik jendela. Ternyata Rifda baru pulang dari mengajarnya. Mata Fira pun mengarah ke cowok di sebelah Rifda. Tinggi, kulit sawo matang, berkacamata, dan senyumnya yang ramah membuat Fira tak mudah berpaling pada sosoknya. Fira mulai merasakan suara degup jantungnya tidak seperti biasanya.
"Apakah ini cinta pada pandangan pertama?" tanya Fira dalam hati.

*****
"Fir, katanya mau curhat. Kok malah diem aja? Lagi sakit ya?" tanya Rifda
Sambil menoleh, Fira hanya mengangguk sendu.
"Beneran sakit?" tanya Rifda untuk memastikan
"Becanda, Rif. Hehehe...btw, tadi dianter sama siapa? kok baru pernah liat?"
Sambil senyum, Rifda menjawab "Itu namanya Mas Romi. Dia baru lulus dan sekarang ngajar di bimbel. Udah sebulan lah dia di sana. Emangnya kenapa?"
"Gak. Cuman familiar aja mukanya."
"Mas Romi itu belum lama ngajar, tapi idolanya udah segunung. Orangnya humbble dan gak neko-neko. Udah gitu wawasannya luas banget. Ngobrolin apa aja, pasti nyambung."
"Terus..."
"Ya gitu." Sambil tersipu Rifda menjawab "Mas Romi minggu kemarin nyatain."
Kopi yang sedang diminum Fira mendadak hambar "Lo terima?" tanyanya sambil mencomot kerupuk di toples yang sudah alot.
"Iya" kata Rifda sambil menyembunyikan wajahnya di balik bantal.
Baru kali ini hati Fira sedikit sakit ketika mengetahui Romi ternyata pacaran dengan teman dekatnya. Biasanya Fira membredel dengan kata-kata 'traktir' kalau temannya ada yang baru jadian.
"Eh, gue ada tugas. Nanti dilanjutin ya ngobrolnya," kata Fira
"Tumben ngerjain tugas. Yo wes, kalo gitu sing rajin ya ngerjain tugasnya," kata Rifda sambil menepuk punggung Fira.

*****
Terakhir kulihat mata indahmu di atas bintang-bintang
Terbelah hatiku antara cinta dan rahasia
Ku cinta padamu tapi kau milik sahabatku dilema
Hatiku....andai ku bisa berkata sejujurnya...
Jangan...kau pilih dia...pilihlah aku yang mampu mencintamu lebih dari dia...
Bukan...ku ingin merebutmu, dari sahabatku. Namun kau tau cinta tak bisa tak bisa kau salahkan

Fira memang bukan cewek yang mudah jatuh hati. Romi yang baru dilihatnya mampu membuat Fira hilang nafsu makan. Apalagi semalam Romi menunggu Rifda pulang kuliah di teras kosan.
"Romi ya? Kenalin, Fira. Teman sekamarnya Rifda," kata Fira sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Rifda masih lama ya?"
"Tadi sih di kampus liat dia di perpus. Kayaknya masih lama gitu."
"Oh...iya ini udah janji sama Rifda mau makan malam," kata Romi sambil melempar senyum mautnya.
Fira sedikit terpesona melihat senyum indahnya Romi "Eeee...tunggu aja. Nanti juga pasti balik."
"Fira satu jurusan sama Rifda?"
"Oh, gak. Beda kita. Gue sih ngambil Teknik Sipil. Cuman tadi sempet ke perpus fakultasnya Rifda, terus ngeliat dia lagi baca-baca literatur-literatur gitu. Kayaknya ada tugas dadakan."
"Mmmm...Rifda kalau udah sibuk pasti gitu. Suka lupa apa pun."
"Masa, sih? Aku telephone dia deh buat mastiin baliknya kapan. Kasian kalo lo nunggunnya kelamaan," kata Fira sambil memencet no Rifda.
Tut...tut...tut...
"Halo. Ada apa, Fir?"
"Masih lama gak? Ini Romi nungguin."
"Ya ampun...gue lupa ada janji makan malam sama Romi! Mana ini tugas belom selese lagi."
"Kita jemput lo, deh. Di mana posisi?"
"Gak usah, Fir. Gue masih lama."
"Ya dah kalo gitu, gue sekarang ke perpus. Jemput lo."
"Gak usah, Fir!"
"Yo bye...tunggu kita ya..." kata Fira sambil menutup handphonennya.
*****

"Lo dulu ngambil apa pas kuliah?" tanya Fira sambil menepuk-nepuk tangannya yang diserang nyamuk.
"Gue dulu ngambil pendidikan kimia. Lagi nunggu CPNS guru."
"Ow...gue paling benci tuh sama kimia. Apalagi kalo udah ngitung rantai karbon. Berasa pengen pingsan."
"Hehehe...kimia itu bakalan asik kalau kita tau triknya. Kayak maen puzzle," jawab Romi enteng.
"Ya iyalah dikau emang hobi kimia. Menurut gue kimia itu ibarat bunga melati. Harum tapi bikin ngeri."
Romi hanya bisa ketawa mendengar istilah dari Fira yang menurutnya ngaco.
"Lo bayangin aja. Melati itu harum banget, tapi kalau terus-terusan dihirup lo malah jadi parno."
"Hehehe...ya begitulah. Tapi kalau penganten gak pake melati, rasanya kurang klop," jelas Romi sambil mengambil daun yang menempel di bajunya "Lo sendiri kenapa suka teknik sipil?"
"Karena gue suka gambar. Apalagi kalo udah gambar gedung dan terowongan, feel-nya berasa banget."
"Pasti jurusan lo minus cewek ya?"
"Gak juga. Ada lima lah cewek di angkatan gue."
"Dari berapa?"
"Hehehe...dari 50 mahasiswa."
Sambil ketawa, Romi menepuk bahu Fira "Pasti lo paling cantik."
Wajah Fira mendadak panas. Sekali lagi dia pengen denger kata 'cantik' dari bibir Romi.
"FIRA, MAS ROMI!" teriak Rifda dari kejauhan.
"Lah, itu Rifda. Udah beres dia," kata Romi sambil setengah berlari menghampiri Rifda.
Fira pun ikut berlari menghampiri Rifda.
"Udah beres tugasnya?" tanya Romi sambil mengucek-ngucek rambut Rifda.
"Udah, mas. Aku jadi buru-buru ngerjainnya. Maaf ya aku bisa lupa gini ada janji sama kamu, mas," jelas Rifda sambil menunjukan wajah innocent-nya "Fir, capek ya abis lari-lari?"
"Banget. Gue pengen es teh manis 2 gelas besar," kata Fira sambil ngos-ngosan.
Rifda dan Romi tertawa mendengar kalimat dari Fira.
"Sebagai gantinya. Gue besok nyuci baju lo, Fir. Tapi cuman sepasang ya..."
"Yah...lima pasang, lah. Cucian gue numpuk, nih."
"Hmmm...tambah es manis gratis selama seminggu, deh. Gimana? Deal?"
Sambil berpikir, Fira menjawab "Baiklah. Sepasang baju plus gratis minum es teh manis."
Fira dan Rifda menautkan kelingkingnya sebagai tanda persetujuan. Romi tertawa melihat keduanya. Seperti anak kecil pikirnya.
"Mau makan apa kita?" tanya Rifda
"Pizza, dong..." sahut Fira
"Ah, aku kan ndak suka pizza. Pasti suka mules. Perut kampung biasanya dikasih getuk, dikasih pizza langsung modar," protes Rifda.
"Makan pecel lele di samping kosan kalian aja. 3M. Murah Meriah sampe Muntah. Gimana?" tawar Romi
"Gue pengen kwetiaw. Bosen makan pecel lele mulu," kata Fira.
"Pecel lele aja, Fir...kenyang," pinta Rifda sambil memijit-mijit ringan pundak Romi.
"Bosen. Gue maunya kwetiaw. Masa hampir tiap hari makan di sana."
"Ya udah, daripada berantem. Kita cari yang menunya gak cuman satu. Makan di Warung Pa Onah aja. Banyak macemnya. Gimana?"
"Tapi rasanya aneh, mas."
"Iya gue setuju kita makan di sana. Lidah Rifda emang ngaco. Makanan enak dibilang gak enak. Lidah getuk soalnya," celetuk Fira.
"Ya dah dua orang sepakat makan di sana. Jadi kita makan di sana. Gak apa-apa kan, Rif?"
Rifda mengangguk sambil disertai mulutnya yang manyun.
"Tak kuncit mulutmu, Rif. Gemes aku liatnya kalo kamu dah manyun gitu." kata Romi sambil mencubit mulut Rifda yang lagi manyun.
Fira diam. Rasa panas di hatinya mulai bergejolak.
*****

"Fir, lagi sibuk gak?" tanya Rifda sambil sedikit terisak.
"Iya, nih. Susah banget nyelesein level 35. Penjahatnya makin banyak."
"Ya udah kalo masih sibuk maen game. Nanti aja ceritanya."
"Eits! Tunggu dulu! Gue melihat radar ketidakbersan dari mata, hidung, dan suara lo. Ada apa, Rif?"
Bruk! Rifda langsung menghambruk Fira dan menangis.
"Mas Romi, Fir. Sekarang dia cuek banget. Gue sms gak pernah dibales, telepon gak pernah diangkat."
Fira diam.
"Fir, lo kok diam aja? Bantuin gue, dong..."
"Bantuin apa? Gue bingung kalo urusan percintaan," kata Fira sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Bantuin gue kenapa Mas Romi berubah gitu."
"Ya nanti gue coba cari tau," kata Fira sambil bergetar
Fira bingung harus berkata apa sama Rifda. Romi menghindari Rifda karena dirinya. Sudah seminggu Fira dan Romi terlibat cinta terlarang. Mereka mencoba bermain api. Rifda yang polos dan feminim tak tahu bahwa mereka terlibat affair.
*****

"Rif, lo masih sedih ya?" tanya temaan satu kampusnya, Nani.
"Ya gitu, Nan."
"Gue tau kenapa Romi begitu."
Rifda menoleh ke arah Nani "Kenapa?"
"Kemaren gue liat Romi sama cewek. Tapi gak jelas itu ceweknya siapa."
Rifda sedikit tersedak "Sapa ceweknya? Lo foto gak?"
"Gak, Rif. Gue juga kaget pas liat Romi gandengan tangan gitu sama cewek."
Sambil menghela napas panjang, mata Rifda mulai digenangi air mata "Gue emang bukan yang terbaik buat dia," katanya sambil mengusap matanya.
*****

"Rom, aku mulai kasihan liat Rifda. Kayaknya kita udahaan deh main kucing-kucingannya."
"Tenang, sayang. Aku jamin deh Rifda gak kenapa-napa. Buktinya aja dia besok mau sidang."
"Iya, sih. Tapi aku sering liat dia tiba-tiba nangis gitu di depan komputer. Kalo diajak ngobrol, matanya gak fokus."
"Kamu jangan dipikirin. Biarin aja. Dia stres gara-gara skripsi. Btw, gimana rencana kita mau ke Rengganis? Jadikan?"
Sambil tersenyum, Fira memegang tangan Romi "Pastinya."
*****

"Dengan ini saya nyatakan Rifda Nur Hafsah lulus dengan nilai sempurna," jelas dosen pembimbing Rifda.
"Wah, selamat ya Rifda. Semoga sukses kedepannya."
Ucapan selamat untuk Rifda menggema di ruang sidang.
Rifda bahagia, tetapi wajahnya masih menyiratkan kesedihan. Seandainya yang mengucapkan 'selamat' adalah Romi, mungkin wajahnya bersinar seperti matahari.
"Rif, selamat ya. Mudah-mudahan wajah ceria lo dateng lagi," ucap Nani sambil cipika-cipiki ke Rifda.
"Makasih ya, Nan. Lo juga cepet nyusul."
"Hehehe...doain aja."
"Nan, Mas Romi kok gak ngucapin selamet ya?"
Sambil menghela napas, Nani hanya bisa menjawab "Entahlah. Lupain, Rif. Mending lo hepi-hepi sekarang ma gue. Anterin gue ke mall yuk nyari baju buat keponakan yang baru lahir. Gimana?"
"Boleh," angguk Rifda.
*****

Niatnya have fun di mall, tapi dengan mata kepalanya, Rifda menemukan kepahitan. Dia melihat Romi dan Fira berjalan bergandengan di mall. Bahkan Rifda sempat melihat Romi mencium kening Fira.
"Nan, gue balik duluan ya?"
"Loh kok tiba-tiba? Kenapa, Rif?" tanya Nani heran.
"Tiba-tiba kepala gue pusing. Kayaknya butuh istirahat," bohong Rifda
"Kenapa, Rif? Jangan boong sama gue. Pasti lo liat sesuatu. Mata sama nada bicara lo gak bisa diboongin."
Rifda menggeleng "Gue gak apa-apa. Capek aja pengen istirahat."
"Ya udah. Bisa balik sendiri?"
"Bisa. Yo wes, have fun ya... titip cubit buat ponakan baru."
*****

Mengapa kita bertemu...
Bila akhirnya dipisahkan...
Mengapa kita berjumpa...
Bila akhirnya dijauhkan...
Kau bilang hatimu aku, nyatanya bukan untuk aku
Bintang di langit nan indah, dimanakah cinta yang dulu
Masihkah aku di sana di relung hati dan mimpimu
Andaikan engkau di sini
Andaikan tetap dengan ku
Aku hancur ku terluka namun engkaulah nafasku
Kau cintaku meski aku bukan dibenakmu lagi
Dan ku beruntung sempat memilikimu


Lagu Yovie and The Nuno, menggema di kamar yang di tempati Rifda dan Fira. Rifda sibuk memutar-mutar lagu mellow di mp3 mungilnya. Baru pertama kali batin Rifda diobrak-abrik dengan orang terdekatnya. Kalau bertemu rasanya ingin menjambak rambut Fira, tapi Rifda urungkan niat itu. Dia harus mengalah untuk kesekian kalinya untuk Fira.
"Gue balik..." kata Fira sambil membuka pintu kamarnya "Eh, selamat ya Mpok Rifda sekarang sudah jadi sarjana," sambil memeluk Rifda.
"Makasih." jawab Rifda singkat lalu melepaskan pelukkan Fira.
"Lo kenapa, jeung? Sakit?"
"Gak. Cuman lagi pengen sendiri aja."
Fira mulai sedikit khawatir "Lo abis nangis ya?"
"Ya. Hati gue sakit."
Deg. Jantung Fira mulai berdegup "Sama siapa?" tanya Fira sambil nada bicaranya diusahakan terdengar normal.
"Gak penting, Fir. Lo juga pasti udah tau."
"Maksud lo apaan? Kok gue agak bingung ya?"
Sambil menghela napas, Rifda menjawab "Lo kok jahat sama gue?"
"Apaan ya? Lo demam ya?"
"Gak usah becanda deh, Fir!" bentak Rifda "Gue dah liat semuanya. Lo ada affair kan sama Romi?!"
Fira hanya diam.
"Jawab, Fir! Jangan diem aja!"
"Iya. Gue jadian sama dia."
"Tega lo, Fir!" jerit Rifda.
"Salah ya gue suka sama Romi? Ini perasaan, Rif."
"Kenapa mesti Romi?" tanya Rifda yang nadanya mulai terisak.
Fira bingung mau berkata apa.
"Kenapa, Fir..." air mata mulai meleleh ke pipi Rifda.
"Karena cinta gak bisa disalahkan," jawab Fira hati-hati.
Brak!!! Rifda mulai menggebrak meja. "Alasan munafik!"
"Gimana sih rasanya hati lo ketemu sama salahsatu rusuk kita yang hilang? Pasti lo gak bisa berpaling. Romi itu tulang rusuk gue, Rif. Dia yang bisa ngertiin gue apa adanya. Gue dan dia punya satu hobi yang sama. Dan lo gak pernah bisa ngertiin Romi. Cuman gue yang bisa ngertiin dia!" balas Fira sambil mencengkram tangan Rifda.
"Oh...jadi Romi itu tulang rusuk lo? Yakin banget, lo!" teriak Rifda.
"Apa sih yang bisa dibanggain dari lo? Muka lo boleh cantik, tapi sayang lo gak peka. Sibuk sama kehidupan lo sendiri. Romi jenuh pacaran sama lo. Gak asik katanya!"
Rifda menghentak cengkraman Fira. "Besok gue mau pindah kosan."
Fira diam. Pembelaannya hanya semata untuk menutupi kesalahannya terhadap Rifda.
*****

Tahun demi tahun berlalu. Rifda yang dulu hanya seorang mahasiswa sekarang sudah menjadi dosen. Fira yang tadinya seorang pemalas sekarang sudah menjadi seorang manager bank. Persahabatan Rifda dan Fira yang dulu sempat terjalin erat, mulai longgar. Tidak ada lagi edisi 'curhat malam' yang selalu terdengar dari kamarnya. Hanya suara ketikan komputer yang terdengar. Rifda memutuskan untuk balik ke kamar yang dulu sempat disinggahi olehnya dan Fira. Bagaimana dengan Fira? Fira sekarang tinggal di apartemen di pusat kota bersama dengan Romi, suaminya.
Kring...kring...kring...
"Halo, ini dengan Rifda."
"Rif, gimana kabarnya?"
"Maaf, ini siapa?"
"Fira, Rif."
Rifda terdiam, "Ooo...ya ampun, Fira. Gimana kabarnya?"
"Baik, Rif. Lo gimana? Denger-denger sekarang lo jadi dosen teladan.'
"Hahaha...bisa aja, nih. Itu kan cuman tinggi-tinggian voting. Ada apa, Fir? Tumben nelpon."
"Hehehe...gini, Rif. Mau ngadain syukuran anak gue."
"Ya ampun...mangny sekarang lo dah punya anak? Cewek apa cowok?"
"Cowok, Rif. Namanya Uno. Datang ya besok?"
"Nanti gue usahain datang, Fir."
"Ok, gue tunggu ya kedatangan lo. Gue sama Romi berharap banget lo dateng, Rif."
*****

"Rif, dah tau belom kalo Fira sama Romi bakalan nikah?" tanya Nani tempo hari
"Oya? Kapan?"
"Denger-denger sih bulan Juni. Lo tau gak gosip yang beredar?"
"Gosip apaan?"
"Katanya sih mereka MBA gitu. Tapi gak tau juga, sih."
Sebenarnya Rifda sudah tahu kalau terjadi 'kecelakaan' antara Fira dan Romi. Tiga hari yang lalu, Fira menelpon dirinya. Dengan tersedu-sedu dia bercerita kalau dirinya sudah berbadan dua tanpa ikatan pernikahan dengan Romi.
Rifda hanya diam mendengar curahan hati Fira. Dirinya tak mampu berkata-kata lagi. Kisah Fira dan Romi memang dibuang jauh-jauh dari kehidupannya. Tapi kembali meradang di hatinya ketika Fira membuka aibnya. Lembaran baru yang ditulisnya, mulai terkoyak satu per satu. Antara rela dan tidak mendengar kisah Fira dan Romi.
"Ya udah, Fir. Yang sabar ya..." hanya kata-kata itu yang meluncur dari bibirnya.
*****

Fir sori, gue gak bisa datang ke acara syukuran anak lo. Mendadak gue ada seminar. Salam ya buat keluarga kecil lo. 
Itulah kata-kata di SMS yang dikirim Rifda untuk Fira.
Rifda memang tidak mau hadir di acara Fira. Bukannya belum bisa move on, tetapi menurutnya lebih baik menghindari daripada luka di hatinya kembali tergores.
Tidak ada seminar seperti yang di-SMS-kan oleh Rifda. Hanya tidur-tiduran di kamar sambil mendengar lagu-lagu favorit miliknya. Rifda mencoba menikmati hari-harinya sekarang.
******

Berbagi semua kisah 
Canda tawa serta ceria 
Air mata dalam duka 
Kita masih bersama
Rajut mimpi-mimpi indah 

Menghias dunia kita 
Berjanji di dalam cita 
Akan selalu bersama 
Sahabat yang setia

"Huwa! Masa sih sekarang si Dodit deketin gue?! Bocah kucel and the kumel kesayangan lo itu!"
"Ye...mana gue tau! Tadi pas lagi ngumpul-ngumpul anak PA, dia nanyain lo. Terus titip salam, deh."
"Gak mau, Fira! Dodit kan kucel banget! Mendingan sama Bagus, deh."
"Eits, Bagus udah ada yang punya. Namanya Safira Edelwise."
"Apa-apaan itu?! Mengklaim Bagus punya lo. Tidak bisa!"
"Hahaha...gak-lah. Gue sih mendingan Dodit. Cowok banget dan hatinya melow semelow hatiku."
"OMG! Lo suka sama Dodit? Ciyus?"
"Iya. Tapi sayangnya dia sukanya sama lo. Gue ikhlas, deh! Biar ntar rada bersihan kalo sama lo."
"Aaaa...gak mau! Lo aja sadar kan kalo Dodit kucel dan mengerikan."
"Hahaha...Rifda-Dodit. Paduan yang pas dan tak terbantahkan!"
"Fira jahil!!!"
Setiap malam, curahan-curahan hati selalu terdengar di kamar yang ditempati Rifda dan Fira. Kenangan itu akan selalu melekat di hati mereka berdua, walaupun keadaan mereka sekarang retak. Hanya dinding kamar yang menjadi saksi kisah mereka berdua.
*****

Cla 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda